RSS

Selamat Morning Indonesia


 
http://yusufmansur.com
16 Agustus 2015
            Pagi hari, kira-kira pukul 8.00 WIB, setelah sarapan pagi, kami segera meluncur ke daerah Deresan, tepatnya di Menara Tahfizu, Deresan, Yogyakarta. Di jalan-jalan masih terpasang spanduk besar bergambar Ustadz Yusuf Mansyur. Ya, kami (baca aku dan temanku) akan menghadiri acara pengajian bersama Ustadz Yusuf Mansur. Sesampainya disana ruangan sudah penuh sesak. Berebut tempat yang paling depan. Aku pun juga begitu, penasaran seperti apa wajah Ustadz Yusuf Mansur secara nyata. Penasaran dengan ceramah beliau yang terkesan beda dengan Ustadz-ustadz lainnya.
            Sebelum masuk kami diberikan selebaran, mengenai program baru beliau. Selamat Morning Indonesia. Ustadz Yusuf Mansur dan tim akan memberikan tausiyah atau materi pembelajaran yang inspiratif, memotivasi, serta sangat berguna untuk memaksimalkan hari-hari kita. Pembelajaran bisa dilakukan secara online melalui WA/Email/Paytren sebanyak 2-3 kali seminggu selama satu tahun. Untuk yang masih penasaran dengan program tersebut, bisa search google ya hehe.
            Yang menjadi sorotan Saya kali ini adalah, pertama, Ustadz Yusuf Mansur meminta kita semua untuk lebih memaksimalkan waktu pagi kita menjadi berkah. Rasulullah berdoa kepada Allah supaya umatnya mendapatkan keberkahan di pagi hari. Kalau kita tengok ke belakang, seperti apakah aktivitas kita di pagi hari? Apakah kita bangun di seperempat malam untuk beribadah? Apakah kita salat subuh tepat waktu? Apakah setelah salat malam atau setelah salat subuh kita lekas belajar atau lekas mempersiapkan aktivitas bekerja atau sekolah? Ataukah di pagi hari kita meninggalkan salat subuh, bangun kesiangan, atau kita melaksankan salat subuh namun setelah itu kita tidur kembali sampai siang?
            Jujur saja, tidur setelah salat subuh itu dapat menghilangkan rezeki kita dan juga membuat kita menjadi tidak focus dengan pekerjaan di siang hari karena telat dan sebagainya. Ustadz Yusuf Mansyur mengatakan di pagi hari sebaiknya kita bangun di seperempat malam, beribadah. Setelah itu kita bisa membaca Al-quran atau berdzikir, namun bisa juga belajar sampai datang waktu subuh. Kemudian kita diperintahkan untuk salat subuh berjamaah di masjid. Terus beribadah hingga matahari terbit. Kenapa begitu? Karena itu kewajiban bagi umat muslim untuk meramaikan masjid dan Untuk membangun kembali peradaban Islam. Ketika jamaah salat subuh itu dapat memenuhi masjid (jamaah salat subuh sama banyaknya dengan jamaah salat jumat maka itulah awal kebangkitan umat islam). Dengar-dengar cerita dari kawan Saya, pemerintah Turki, Presiden Erdogan meminta kepada masyarakat Turki untuk salat berjamaah di masjid, termasuk salat jamaah subuh di masjid. Ketika beberapa bulan program ini di jalankan di Turki, suasana masyarakat Turki menjadi lebih tentram dan sejahtera, perekonomianpun menjadi membaik. Kira-kira dari sinilah, Ustadz Yusuf Mansyur ingin mengajak kita untuk memaksimalkan hari kita. Dari pagi hari. Banyak keberkahan yang Allah berikan di pagi hari, oleh karena itu kita tidak boleh menyia-nyiakan dengan tidur, bermalas-malasan apalagi dengan berbuat dosa. Jika saja, kebiasaan baik ini dilakukan semua rakyat muslim Indonesia, kita semua yakin pasti Allah akan meninggikan derajat bangsa dan negara kita. dan bukan hal yang mustahil juga, jika Allah akan menjadikan negara kita menjadi negara maju asalkan kita dengan sungguh-sungguh menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Doa, Harapan, Usaha, dan Sedekah
            Menariknya pengajian kali ini adalah, semua orang yang ada di dalam forum diminta untuk menambahkan nama mereka dengan sebutan Haji dan Hajjah serta menambahkan embel-embel gelar lain yang baik untuk memotivasi kita supaya kita selalu mengejar cita-cita tersebut. Misalnya begini, jika Saya ingin berhaji, maka Saya harus menambahkan nama Haji pada nama panggilan saya. Bahkan saya harus mengganti nama BBM Saya dengan nama H. Rizal.
Misalkan lagi jika saya ingin menjadi penghafal Al-quran, mak saya harus menambahkan nama Saya menjadi H. Rizal Dzikri Al-Hafitz. Bagi yang sudah menikah dan ingin memiliki anak, diminta untuk menambahkan kata Abu kemudian nama calon anak kita atau bagi sang istri menjadi Umi kemudian nama calon anak kita. Bagi yang ingin menjadi Profesor, ya tinggal tambahkan kata Prof di depan nama kita. Dan semua hadirin diminta tidak hanya mengucapkannya tetapi juga diminta untuk mengganti nama BBM/WA/Line menjadi nama yang kita inginkan. Tidak hanya itu, kita juga diminta untuk menyebarkannya kepada semua kontak yang kita miliki tentang hajat yang ingin kita capai serta meminta teman-teman dan keluarga kita untuk mendoakannya.
Kita harus percaya bahwa “Tidak ada orang kecil dan juga tidak ada orang lemah. Kecuali niat kita yang kecil, kecuali kemauan kita yang lemah”. Mantra diatas pun tak luput untuk diminta dijadikan status BBM/Line/Facebook. Ya, benar. Hal yang kita lakukan ini bukanlah pembohongan kepada public, namun inilah vision atau hope atau dream yang ingin kita sampaikan pada dunia supaya banyak orang mendoakan, banyak orang meng-Aamiin kan hajat baik kita ini. Lalu apakah hanya cukup dengan sesumbar? Tentu saja tidak. Berdoa tanpa usaha bisa dibilang sama saja dengan berbohong. Oleh karena itu kita diminta untuk berusaha sekuat tenaga, dibarengi dengan doa sepanjang waktu, dan sedekah yang banyak. Kalau semua itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah bersabar. Insya allah dikabulkan. Kalau belum dikabulkan pasti hanya ditunda saja waktunya. Sudah banyak yang membuktikan kekuatan dari Harapan, Doa, Usaha, Sedekah dan Sabar. Saya jadi terharu. Mulai hari itu sudah Saya niatkan untuk memberangkatkan haji orang tua, disusul dengan hajiku sendiri bersama istri yang solehah, anak-anak yang soleh dan solehah, membangun yayasan untuk pengembangan SDM Indonesia serta membangun perusahaan-perusahaan besar. Aamiin.

Banyak Hal yang Telah Berubah


http://darmansyah.weblog.esaunggul.ac.id 
            Kurang lebih dua tahun lamanya aku telah kuliah di luar kota. Sejak tahun 2013 aku merantau ke Yogyakarta. Rumahku sendiri di Lampung. Sudah dua tahun lamanya. Banyak hal yang telah berubah. Sekali lagi, banyak hal yang telah berubah, misalnya adikku kini menjadi semakin besar, ada beberapa perabotan baru di rumah, jalan di desa kami kembali dibangun, ada banyak bangunan baru di lahan pekarangan yang dulunya kosong, dan masih banyak lagi hal yang telah berubah pada kehidupan yang telah 2 tahun aku tinggalkan. Namun ada beberapa hal yang tidak atau belum berubah pada desaku, yaitu tingkat kemiskinan dan jenjang pendidikan yang masih rendah.
            Harus kuakui bahwa, bergantinya rezim kepemimpinan dalam negara kita tidak banyak memberikan perubahan pada negeri kita. Ada banyak orang kaya di desaku, tetapi jauh lebih banyak masyarakat kelas menengah ke bawah. Yang lebih membuat aneh lagi adalah, masyarakat kelas menengah ke bawah ini justru bersikap konsumtif. Loh kok bisa? Iya, memang begitulah keadaannya. Masyarakat kami (baik yang kaya maupun yang miskin memang konsumtif). Misalnya saja ketika dalam membeli barang, kebanyakan masyarakat kami lebih memilih membeli barang secara kredit. Padahal jika dihitung secara keseluruhan, barang kredit justru jauh lebih mahal dari membeli dengan cash. Yah, walaupun alasan mereka adalah karena tidak bisa membeli barang secara cash karena tidak memiliki uang dalam jumlah banyak dalam sekali waktu, namun tetap saja alangkah lebih baiknya jika mengumpulkan uang terlebih dahulu daripada harus membayar cicilan kredit dalam jumlah yang lama dan lebih besar.
            Contoh konsumtif lainnya adalah budaya boros ketika panen raya tiba. Masyarakat kami mayoritas bekerja di bidang pertanian alias petani. Ketika panen raya tiba, banyak sekali uang yang bisa didapatkan dari menjual hasil pertanian. Banyaknya uang ini membuat masyarakat kami terlena dan tergoda untuk membelanjakan uangnya. Alhasil ketika musim menanam kembali, mereka tidak memiliki uang untuk modal, sehingga harus meminjam uang kepada bank atau rentenir. Peminjaman ini tentu saja akan merugikan karena sistem peminjaman di bank maupun melalui rentenir menggunakan bunga. Akhirnya petani terjerat bunga bank. Hasil panen berikutnya akan habis untuk melunasi hutang. Naasnya lagi jika hutang tersebut tidak bisa dibayar, maka lahan pertanian tersebut terpaksa dijual atau digadaikan. Seharusnya masyarakat banyak belajar dari pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain, namun kebanyakan justru kesalahan tersebut terulang kembali. Dari tahun ke tahun, dari windu ke windu.
            Mungkin saja jika masyarakat kami tidak konsumtif dan tidak memiliki budaya boros ketika panen raya tiba, maka masyarakat akan sejahtera atau bahkan bisa menjadi kaya raya. Budaya konsumtif dan boros terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa. Rata-rata masyarakat di desa kami adalah lulusan SD dan SMP. Orang yang lulus Sarjana dapat dihitung dengan jari. Pendidikan setara SD dan SMP tentu saja belum cukup untuk membentuk karakter yang memiliki pemikiran jauh ke depan. Akhirnya yang terjadi adalah, orientasi dari masyarakat kita sekarang ini adalah masa sekarang. Jarang sekali diantara mereka yang memikirkan masa depan, memikirkan pentingnya menabung, memikirkan betapa berharganya menyekolahkan anak-anak mereka setinggi langit, mereka belum menyadari bahwa menabung adalah kunci kesuksesan di masa depan. Jarang sekali ada warga yang menabung di bank, jarang sekali ada warga yang memiliki asuransi kesehatan untuk keluarganya, jarang sekali diantara warga yang memikirkan untuk berinvestasi untuk jangka panjang. Nah, tugas kita sebagai generasi muda yang berpikir maju adalah mengingatkan bahwa sudah saatnya mengubah cara pandang masyarakat kita dari yang hanya berorientasi pada “hari ini yang penting gue seneng” menjadi orientasi “gue harus nabung, investasi jangka panjang untuk masa depan gue dan keluarga gue”.
Haha bye bye sikap boros dan konsumtif, selamat datang kesuksesan di masa depan!!

Nol Kecil




source: forumbatasa.wordpress.com
27 Juli 2015 

Hari adalah hari senin. Senin yang padat, karena hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah setelah liburan bagi SMA, SMP, dan pendidikan dibawahnya. Aku masih di rumah. You know, kuliah masih dimulai kira-kira satu bulan lagi. Jadi, aku masih seperti hari-hari biasa, bermalas-malasan. Namun dalam keluarga kami ada satu orang yang sangat semangat menghadap senin ini. Adikku. Hari ini ia pertama kalinya masuk sekolah TK, nol kecil. Umurnya masih 4 tahun tetapi sudah ngotot ingin sekolah TK. Tapi tidak apa-apa, orangtuaku mengizinkan ia bersekolah lebih awal. Beberapa hari sebelumnya dia sudah merengek minta dibelikan sepatu, tas, dan alat-alat sekolah lainnya. Dan akupun juga disibukkan untuk mengurus administrasi pendaftaran adik semata wayangku itu.

                Malam harinya, adikku tidak bisa tidur nyenyak, mungkin tidak sabar ingin masuk sekolah besok. Excited. Esok harinya, ketika hari masih subuh benar, menurut cerita Mamak, adikku, Rais, yang pertama kali bangun. Hmm, mungkin beginilah kekuatan sebuah niat, apapun kalau diawali dengan niat yang kuat akan menjadi usaha yang sukses. Pagi-pagi ia mandi, berpakaian rapi, membawa bekal dan dengan semangat 45 ia diantarkan oleh Mamak pergi ke TK yang berada tepat di depan rumah kami. Aku hanya menengok di balik jendela rumah, dia berlarian dan tampak bahagia, sepertinya dia juga mulai kenal banyak teman baru, Alhamdulillah ya hehe.

                Namun, cerita sebenarnya itu berasal dari cerita Mamak. Katanya, Rais tidak berkutik ketika disuruh guru untuk perkenalan diri. Mamak pun dilarang Rais menunggu di dekat pintu atau jendela sekolah, harus berada jauh di luar ruangan. Aneh ya adikku, tidak mau disuruh perkenalan diri tetapi juga tidak maudidampingi. Duh sia-sia semalam aku mengajarkan cara berkenalan di depan kelas. Useless. Mamak juga bercerita bahwa murid TK tahun ini sangat banyak, ada lebih dari 60 anak, sedangkan TK kami hanya memiliki 2 ruangan dan 3 guru. Bayangkan!!

                Cerita hari pertama masuk sekolahjuga bukan hanya dari adikku yang pertama kali masuk TK, tetapi juga tetangga rumahku, dan tetangga-tetanggaku yang lainnya. Misalnya saja, senin pagi itu, kira-kira pukul 06.05 WIB, aku sedang asyik marathon di jalan depan rumah bersama Bapak dan Rais. Aku kira kami hanya sendirian, ternyata sudah banyak orang yang berlalu-lalang. Kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu yang memboceng anaknya yang masih SD. Bapakku bertanya pada salah seorang yang lewat, “Mau kemana Mbak?” Tanya Bapak.

“Saya mau mengantar anak untuk mencari bangku di depan biar lebih mudah menangkap pelajarannya” jawab beliau. Dan masih banyak lagi orangtua murid yang berbondong-bondong pagi itu untuk berebut kursi bagi anaknya, supaya bisa menangkap pelajaran di kelas?

Ya, inikah potret pendidikan Indonesia di masa kini? Di tingkat Taman kanak-kanak saja, kita harus melihat pendidikan Indonesia membutuhkan banyak tenaga pengajar yang handal. Kalau bercermin pada negara Finlandia, yang memiliki sistem mutu pendidikan terbaik di dunia, dalam satu kelas idealnya hanya terdiri dari satu guru dan 20 murid, jika lebih maka pembelajaran tidak akan efektif. Wajar saja jika banyak orangtua murid yang berebut bangku di depan, karena terlalu banyak murid sehingga murid yang berada di belakang akan kesuliatan menerima ilmu dari gururnya.

Ini baru masalah di tingkat SD dan TK, masih banyak masalah lain yang mencoreng dunia pendidikan nasional seperti menyuap untuk bisa masuk universitas atas sekolah ungggulan, biaya pendidikan yang mahal, kualitas guru yang masih rendah (padahal gaji dan sertifikasinya tinggi), banyak gedung-gedung sekolah yang rusak, banyak murid-murid yang belum meiliki peralatan sekolah yang menunjang, tidak meratanya pendidikan di setiap daerah, carut-marut ujian nasional, dilema kurikulum pembelajaran, rendahnya moral murid dan mahasiswa serta masih banyak sekali masalah dalam dunia pendidikan nasional kita. Wajar saja jika saya menilai“Nol Besar”untuk kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dari tahun ke tahun. Jujur saya menangis ketika tadi sore melihat berita bahwa ada banyak anak SMA yang melakukan pesta miras ketika pertama kali masuk sekolah. Duh, malu sekaligus sedih. Kalau Ki hajar Dewantara masih hidup pasti beliau pingsan dan kena stoke karena tidak tahan melihat fenomena memalukan ini. Partispasi orangtua dan teman juga merupakan factor penting dalam terselengaranya pendidikan di masyarakat. Mari kita semua berdoa supaya pendidikan Indonesia mampu menjadi garda terdepan pemberantas kebodohan, kemiskinan, dan degradasi moral serta menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang unggul dan maju. Aamiin. Selamat hari pertama masuk sekolah tahun ajaran 2015/2016 J. Semangat belajar!!!