RSS

Memilih Merindu

“untuk seseorang yang selalu kurindu ...."

dirimu pergi seperti senja; begitu cepat
belum sempat aku membacakan nestapa,
air mata jatuh berguguran
entah berapa lama engkau akan berlayar?
entah berapa lama aku bisa menunggu pelabuhan?
tak selamanya angin menuju darat
bahkan saat badai, hatiku bergemuruh, jiwa terombang-ambing
karena aku lebih memilih merindu

aku kembali menunggumu di pantai,
malam petang
hujan gerimis
dan kau tak ada di sampingku

TMC, 20 oktober 2012

NB: Puisi ini masuk dalam antologi rindu bertema LDR

Jadilah Anak Yang Jujur (Karya: Rizal Dzikri )

“Anak-anak, besok saya akan mengadakan ulangan matematika. Kalian harus belajar dengan sungguh-sungguh jika ingin mendapatkan nilai yang bagus”. Kata ibu Lasmi kepada murid-muridnya. “satu lagi, Ibu tidak ingin besok ada yang mencontek, atau berbuat curang dalam ulangan. Kalian mengerti” kata Ibu Lasmi memperingatkan. “Iya Bu..”jawab anak-anak serempak. Setelah bel pulang berbunyi, ibu Lasmi menutup pelajaran hari itu. Anak-anak berdoa untuk pulang. Satu demi satu siswa kelas empat SD Sukajaya meninggalkan kelas. Tapi tidak dengan Laras, Ihsan, Puji, Sarah, abdul dan Reno. Mereka tampak sedang belajar bersama menghadapi ulangan matematika besok. “Kalau yang ini cara mengerjakannnya bagaimana Ren?” tanya sarah kepada Reno. “Oh, soal yang ini kamu harus mengalikannya dulu baru menambahkannya. Pasti ketemu” kata Reno menjelaskan dengan gamblang. Ya, Reno memang anak yang pintar dan baik. Dari kelas satu SD ia selalu mendapat peringkat satu, tidak pernah tergeser. Jika guru menjelaskan Reno selalu mendengarkan dengan baik, dan jika ia mengalami kesulitan dengan suatu pelajaran ia tak sungkan bertanya.karena itulah semua guru di SD Sukajaya senang dengannya. Teman-teman reno pun juga banyak. Reno tidak sombong. Walaupun pintar ia tetap mau mengajari teman-temannya yang mengalami kesulitan. Tak heran jika sekarang ia dikerumunin oleh teman-temannya untuk meminta privat gratis. “Ren, kalau seperti ini benar atau salah” tanya Ihsan. Reno kemudian melihat buku Ihsan. “ya, ini sudah betul. Pintar kamu San” kata Reno memuji.Ihsan agak sedikit bangga. “Ah, ini kan berkat kamu yang mengajari aku” kata Ihsan. Ditengah keasyikan mereka belajar kelompok, Riki, Johan dan Widi datang mengganggu. Mereka berjalan dengan angkuhnya. “kalian sedang apa?” kata Riki. “Belajar kelompoklah, besok kan ada ulangan matematika. Kamu mau bergabung?” kata ahmad menawarkan. “Memangnya dengan belajar bersama Reno nilai ulangannya bisa bagus” tambah widi. . Tampaknya Widi tidak suka dengan Reno. “Ah, buat apa belajar kelompok? Tanpa belajar kelompok pun kita bisa dapat nilai bagus” kata Johan ketus. “eh, kalian jangan sombong!” sahut puji yang mulai geram dengan “Trio Sok Jagoan” di kelas itu. “Siapa yang sombong? Besok kita buktikan siapa yang mendapat nilai tertinggi. Aku pasti mendapat nilai seratus dan mengalahkan Reno”. Kata Widi dengan berapi-api. “Ayo kita pergi saja dari sini” mereka pun meninggalkan reno dan kawan-kawan yang sedang diskusi. “Memang kurang ajar mereka bertiga. Mentang-mentang anak orang kaya jadi sombong” kata Ahmad jengkel. “Sudah-sudah, biarkan saja. Ayo kita lanjutkan diskusi kita” kata Reno tetap dingin. Mereka pun melanjutkan belajar kelompok sampai sore hari. *** Ulangan pun tiba. Ibu lasmi sudah ada di depan kelas. Ketua kelas menyiapkan semua siswa untuk berdoa sebelum menghadapi ulangan. Kemudian Ibu Lasmi membagikan soal kepada semua siswa. Reno dan kawan-kawan tidak mengalami kesulitan menjawab soal itu karena mereka sudah belajar kelompok kemarin. Tidak terasa sudah satu jam ulangan berlangsung. Waktu sudah hampir habis. “Anak-anak waktu tinggal lima menit.bagi siswa sudah selesai bisa dikumpulkan sekarang” kata Ibu Lasmi memperingatkan. Dari bangku belakang terdengar suara gaduh Widi sedang mengambil pekerjaan temannya. Ibu Lasmi segera mendekati Widi. “Ada apa ini? Widi, apa yang kamu lakukan dengan pekerjaan Tono? Kenapa kertasmu masih kosong?” bentak Ibu Lasmi dengan suara keras. Semua siswa menoleh ke belakang. Widi gagap. Ia hanya menunduk malu. Tak sepatah kat pun keluar dari mulut Widi. “Sekarang kamu berdiri di depan kelas sambil mengangkat satu kaki” perintah Ibu lasmi. Widi mengikuti perintah Ibu Lasmi. Teman-teman yang lain tertawa melihat Widi sempoyongan. “Anak-anak, inilah hukuman jika kalian tidak jujur. Ibu paling tidak suka dengan anak yang tidak jujur. Lebih baik kalian mendapat nilai jelek asalkan hasil kerja sendiri” Ibu Lasmi menatap anak didiknya. “Mencontek tidak hanya merugikan orang lain tapi juga merugikan diri kita sendiri. Kita akan jadi orang malas dan enggan bekerja keras. Jika sudah besar, anak-anak yang mencontek akan menjadi koruptor. Apa kalian mau jadi koruptor?” tanya Ibu Lasmi kepada anak didiknya. “Tidak bu,” jawab mereka kompak. “Bagus, mulai sekarang jadilah anak jujur dan bangunlah bangsa ini agar terbebas dari jerat korupsi” jelas Ibu Lasmi. NB: Cerita anak ini pernah dimuat di Lampung Post pada Minggu 11 November 2012