RSS

Kawan, Aku Bersenandung



Karya : RIZAL DZIKRI

kawan, Izinkan aku membuka pigura
Foto dan catatan-catatan kecil
Serta bersenandung puisi
Di musim-musim terakhir


Jika di luar masih ada benua baru
Jika di luar masih ada benua biru
Burung dan angsa bermigrasi ke selatan
Dan layar kembali ke darat
Pada malam yang subuh
Kita sama-sama terpekur pada satu doa
“Wahai, Tuhan yang mendiami surgaloka
Ini kami !! anak-anak dari negeri seberang
Dengan garis tangan yang terapal dosa
Biarlah kami semua memeluk sejarah
Yang akan terukir di hari esok
Bersama...harapan”

Lalu aku mengubur kenangan dalam sebuah nisan
Di sebuah kota antah berantah
Karena tujuan kita telah menjadi masing-masing
Dan perang baru di pentaskan
Diantara riuh gedung kita sama-sama keluar
Dari rahim ibu yang hangat
Di sebuah teras rumah kita di lepas
Orang tua menyeka air mata yang merah
Dan roda kembali diputar di episode yang barukehidupan

Kawan, jika bumi ini masih bulat
Cobalah tanya pada tanahmu yang hitam ini
“kapan aku bisa menziarahi negeriku?”
Jika ia tak menjawab, tak apa
Mungkin tak ada gunanya bertanya pada batu
Walau sebenarnya kita tetaplah Ibu pertiwi
Pagi ini dan sampai esok hari
Hingga tubuh ini mulai menyadari satu satu
Detak jantung sudah selambat jarum jam

Berapa jauh mata kita dapat mencari
Berapa jauh mata kita dapat menyadari
Kehidupan penuh nyala datang di hari kemarin
Saat melanosit menghitamkan epidermis kulit
Membercak pada hati masing-masing
Bahwa perjuangan baru saja di mulai
Di pagi ini, di gerbang masing-masing

kawan, Izinkan aku menutup pigura
Foto dan catatan-catatan kecil
Serta mengakhiri senandung puisi ini
Yang dibuat dengan penuh pengharapan
Di musim-musim terakhir

Trisnomulyo, 28 Juni 2013

Dedicated : untuk semua teman-temanku, khususnya SIGMA, GB-FIRE dan anak-anak SMANSAGA serta anak-anak Indonesia.





Gerimis




Karya : RIZAL DZIKRI

Jika  aku adalah mentari
Maka dialah yang mengiris butiran gerimis
diantara teduhnya hati

Trisnomulyo, 2 Juni 2013


Kenanglah kasih




Karya : RIZAL DZIKRI
I
Kenanglah kasih,
Kesepian yang ditawar senja
Mentari yang digugat separuh malam
Juga bintang yang berpendar  menyapamu lugu
dalam bait putih abu-abu

Jarum jam meninggalkan angka sembilan
menyatroni malam larut
Hari  itu bulan purnama ketiga di bulan oktober. Kau ingat?
Binar  bulat  seperti lentik kelopakmu
Yang jauh nun di sana memandangi waktu
Juga ombak angin yang beradu dengan gemuruh hatiku
tibalah aku membuka mata
Meruncing menjadi kata-kata pembuka
Yang menguap satu satu
Menjadi percakapan bapak ibu

Kenanglah kasih,
Sabtu-sabtu yang bisu
Di suatu sore yang menggugurkan rinai
Kita berteduh di belakang sekolah
Di sebuah kelas matematika
Yang sudah lengang akan peradaban
Entah bunga apa yang bisa membuatku merasa
Entah sajak apa yang bisa membuatku berkata
Sudahlah, aku tak membutuhkan potongan coklat dan gitar melow
Kita sama-sama tahu
Hati tak mau lagi mengeja mantra-mantra
Biar, biarlah tanah dan ilalang ikut bercinta
Di suatu siang
Setelah kita pulang
Dari sekolah yang kian mengusang
Aku menunggumu di balik tembok pembatas
Membaca artikel yang ditulis adik kelas
Dan beberapa lembar kertas pengumuman
Sembari menunggumu pulang ke peraduan
Kita lalu bertemu,
atau memang aku sengaja menemuimu
kita duduk dan mengobrol sedikit
Sekedar melihat senyum masing-masing
Kau tahu itu sudahlah cukup
Karena sebentar lagi gerbang akan menutup
karena sajak-sajak pulang telah dibaca
Dan salam perpisahan telah kita eja
I love You
di gerbang ini kita berpisah
sementara waktu mengejam
Kita sama-sama berkendara
Motor yang kian  melindas jauhnya
Bersama debu yang melekat di angkasa
Ke rumah kita masing-masing
Membawa segugus rindu
Untuk hari esok
Kenanglah kasih,
Sebuah tanggal memerah
Hari raya yang penuh sejarah
Kita sudah berjanji bertemu
Kunang-kunang kupu-kupu haruslah setuju
Dengan langkah malu-malu
Kita duduk di depan toko sepatu
lalu kita sama-sama banyak bercerita
Tentang masa kecil serta cita-cita
Tentang hobi hingga keluarga
Dan tentang sebuah kotak yang kubingkis dengan asmara
kukumpulkan dari uang jajan
Tabungan dan  hutang pada teman
Menjelmalah ia wahai boneka ungu
Menjadi teman tidurmu

II
Kenanglah kasih,
Hari-hari yang dahulu
Malam itu aku beku
Tak ada angin, awan mendung atau salju
Hanya embun yang lirih menghunus empedu
Petang itu daun menggugur satu-satu
 Sebuah debu
Aku sendiri. Kini
Menapaki hutan yang digunduli
Pohon-pohon tumbang dan bunga-bunga menggutasi
Kau tinggalkan saja kota yang sudah mati
Sama seperti samsara yang terperam dalam puisi ini
 

Kasih,
Kenanglah, simpanlah kenangan ini sebab kelak kau akan merindu

Trisnomulyo, 13 Juli 2013
9:37 WIB

Dimana Senyumku




karya : RIZAL DZIKRI
Berapa lama aku jauh darimu?
Sehari, setelahnya kembali lagi
Saat bulan tak lagi purnama
Cobalah untuk tak mendamba
Karena pagi tak lagi sejuk
Gunung tak lagi teduh
Dan kamu tak lagi setia

Demi kota tua aku menyapu derita
Puing-puing duka aku kumpulkan dengan kasar
Kabar tentang adanya dirimu
Kupendam dalam bercak batu tua

Demi  panji-panji dewa Zefiros
Aku tiupkan cakrawala yang pernah kau lukis dengan kenangan
Lalu, aku hanya bisa mengenangnya lewat jemari

Demi dalamnya tujuh lautan,
Tak pernah mengarungi hidup tanpa kerikil
Tajam, menusuk kaki yang sudah berdarah
Mungkin ini yang namanya “pengorbanan”

Demi bumi pertiwi ini
Aku menangis,
Tersedu sedan,
Memintamu dengan penuh luka
Penuh dosa

Demi  kunang-kunang yang terbang bersama sajak-sajakku,
Aku bertanya
“kapan senyumku kembali merekah?”

Trisnomulyo, Kamis, 18 april 2013

Akankah Pernah Kau Baca




Karya : RIZAL DZIKRI

Akankah pernah kau baca?  Puisiku
Yang kutinggal di bawah pohon
Redup tertutup ranum buah
Kutinggalkan harapan bersamanya
Yang kuharap dapat tumbuh saat musim semi
Menjadi bunga
Menjadi cinta

Akankah pernah kau baca?  Kenangan kita
Yang kutinggalkan di balik daun pintu
Supaya kau bisa membuka  setiap waktu
Melihat wajahku membiru
Karena awan dingin salju membeku

Akankah pernah kau baca?
Garis hitam di telapak tanganku
Yang terlukis karena hari terkantuk
Dalam jalan yang berlubang
Dan kaki yang sudah tandas memanjat tebing pengorbanan
Semua kisah kita,
Sebuah lukisan raut wajah pucat memekat
Hambar rasa air di rawa-rawa merah
Bahagiaku yang menjelma  mendung
Kesedihanku menunggu lembayung
Tangis yang tertahan semalam
Kurangkum dalam surat kecil
Sepanjang sajakku  menutup mata
 Yang  kukirim ke rumahmu setiap pagi

Akankah pernah kau baca?

Trisnomulyo, 8 Juni 2013