source: forumbatasa.wordpress.com |
27 Juli
2015
Hari
adalah hari senin. Senin yang padat, karena hari ini merupakan hari pertama
masuk sekolah setelah liburan bagi SMA, SMP, dan pendidikan dibawahnya. Aku
masih di rumah. You know, kuliah masih dimulai kira-kira satu bulan lagi. Jadi,
aku masih seperti hari-hari biasa, bermalas-malasan. Namun dalam keluarga kami
ada satu orang yang sangat semangat menghadap senin ini. Adikku. Hari ini ia
pertama kalinya masuk sekolah TK, nol kecil. Umurnya masih 4 tahun tetapi sudah
ngotot ingin sekolah TK. Tapi tidak apa-apa, orangtuaku mengizinkan ia
bersekolah lebih awal. Beberapa hari sebelumnya dia sudah merengek minta
dibelikan sepatu, tas, dan alat-alat sekolah lainnya. Dan akupun juga
disibukkan untuk mengurus administrasi pendaftaran adik semata wayangku itu.
Malam
harinya, adikku tidak bisa tidur nyenyak, mungkin tidak sabar ingin masuk
sekolah besok. Excited. Esok harinya, ketika hari masih subuh benar, menurut
cerita Mamak, adikku, Rais, yang pertama kali bangun. Hmm, mungkin beginilah
kekuatan sebuah niat, apapun kalau diawali dengan niat yang kuat akan menjadi
usaha yang sukses. Pagi-pagi ia mandi, berpakaian rapi, membawa bekal dan
dengan semangat 45 ia diantarkan oleh Mamak pergi ke TK yang berada tepat di
depan rumah kami. Aku hanya menengok di balik jendela rumah, dia berlarian dan
tampak bahagia, sepertinya dia juga mulai kenal banyak teman baru,
Alhamdulillah ya hehe.
Namun,
cerita sebenarnya itu berasal dari cerita Mamak. Katanya, Rais tidak berkutik
ketika disuruh guru untuk perkenalan diri. Mamak pun dilarang Rais menunggu di
dekat pintu atau jendela sekolah, harus berada jauh di luar ruangan. Aneh ya
adikku, tidak mau disuruh perkenalan diri tetapi juga tidak maudidampingi. Duh
sia-sia semalam aku mengajarkan cara berkenalan di depan kelas. Useless. Mamak
juga bercerita bahwa murid TK tahun ini sangat banyak, ada lebih dari 60 anak,
sedangkan TK kami hanya memiliki 2 ruangan dan 3 guru. Bayangkan!!
Cerita
hari pertama masuk sekolahjuga bukan hanya dari adikku yang pertama kali masuk
TK, tetapi juga tetangga rumahku, dan tetangga-tetanggaku yang lainnya.
Misalnya saja, senin pagi itu, kira-kira pukul 06.05 WIB, aku sedang asyik
marathon di jalan depan rumah bersama Bapak dan Rais. Aku kira kami hanya
sendirian, ternyata sudah banyak orang yang berlalu-lalang. Kebanyakan dari
mereka adalah ibu-ibu yang memboceng anaknya yang masih SD. Bapakku bertanya
pada salah seorang yang lewat, “Mau kemana Mbak?” Tanya Bapak.
“Saya mau mengantar anak untuk
mencari bangku di depan biar lebih mudah menangkap pelajarannya” jawab beliau.
Dan masih banyak lagi orangtua murid yang berbondong-bondong pagi itu untuk
berebut kursi bagi anaknya, supaya bisa
menangkap pelajaran di kelas?
Ya, inikah potret pendidikan
Indonesia di masa kini? Di tingkat Taman kanak-kanak saja, kita harus melihat
pendidikan Indonesia membutuhkan banyak tenaga pengajar yang handal. Kalau
bercermin pada negara Finlandia, yang memiliki sistem mutu pendidikan terbaik
di dunia, dalam satu kelas idealnya hanya terdiri dari satu guru dan 20 murid,
jika lebih maka pembelajaran tidak akan efektif. Wajar saja jika banyak
orangtua murid yang berebut bangku di depan, karena terlalu banyak murid
sehingga murid yang berada di belakang akan kesuliatan menerima ilmu dari
gururnya.
Ini baru masalah di tingkat SD
dan TK, masih banyak masalah lain yang mencoreng dunia pendidikan nasional
seperti menyuap untuk bisa masuk universitas atas sekolah ungggulan, biaya
pendidikan yang mahal, kualitas guru yang masih rendah (padahal gaji dan sertifikasinya
tinggi), banyak gedung-gedung sekolah yang rusak, banyak murid-murid yang belum
meiliki peralatan sekolah yang menunjang, tidak meratanya pendidikan di setiap
daerah, carut-marut ujian nasional, dilema kurikulum pembelajaran, rendahnya
moral murid dan mahasiswa serta masih banyak sekali masalah dalam dunia
pendidikan nasional kita. Wajar saja jika saya menilai“Nol Besar”untuk kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia dari tahun ke tahun. Jujur saya menangis ketika tadi sore melihat
berita bahwa ada banyak anak SMA yang melakukan pesta miras ketika pertama kali
masuk sekolah. Duh, malu sekaligus sedih. Kalau Ki hajar Dewantara masih hidup
pasti beliau pingsan dan kena stoke karena tidak tahan melihat fenomena
memalukan ini. Partispasi orangtua dan teman juga merupakan factor penting
dalam terselengaranya pendidikan di masyarakat. Mari kita semua berdoa supaya
pendidikan Indonesia mampu menjadi garda terdepan pemberantas kebodohan,
kemiskinan, dan degradasi moral serta menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
unggul dan maju. Aamiin. Selamat hari pertama masuk sekolah tahun ajaran
2015/2016 J.
Semangat belajar!!!
0 comments:
Post a Comment