Saat aku masih di sekolah dasar, aku adalah murid
berprestasi, bukan bermaksud sombong, nilai pelajaran matematika, bahasa, PPKN,
olahraga dan lain-lain selalu tertinggi, kecuali satu yaitu seni. Jujur aku
lemah ketika menyanyi dan menggambar. Dalam menggambar aku tidak lebih baik
dari cacing kepanasan. Maka, saat diberi PR menggambar, aku selalu mendapat
nilai kecil. 65. Itu angka yang sering kudapatkan. Tak apa, harus kuakui,
kemampuan estetisku memang kurang, namun satu hal yang membuatku protes saat
itu adalah kecurangan teman-teman lain untuk digambarkan orang dewasa saat
mendapat PR menggambar.
Sebagai anak yang menggebu-gebu semangatnya dalam belajar
siapa yang tidak kesal jika usahanya menggambar di rumah dengan susah payah
hanya mendapat 65 sedangkan murid lain yang meminta bantuan orang lain mendapat
80. Its not fair.
Saya tahu itu bukan hasil karya mereka. Saya tahu persisi
kemampuan teman-teman saya. Bukan bermaksud meremehkan, hanya saja kita bisa
membandingkan anak yang benar-benar memiliki bakat dalam menggambar tentu
gambaran mereka tidak jauh berbeda apabila disuruh menggambar di sekolah atau
di rumah. sedangkan mereka ( si murid-murid tidak jujur yang meminta
digambarkan), saya melihat gambaran mereka jauh berbeda antara yang dikerjakan
di rumah dan di sekolah. Apakah mungkin kemampuan seseorang bisa berubah ketika
berada di rumah?
Saya pernah protes kepada guru saat itu. Anehnya, guru tidak
memberikan teguran. Aneh, benar-benar aneh. Guru yang harusnya memberikan
contoh yang baik dan meluruskan tindakan murid apabila menyimpang, kini hanya
mendiamkan saja. Mereka tidak bisa melihat atau memang tidak melihat. Makan
gaji buta kalian. Dosa kalian. Kalian telah berikrar menjadi guru yang baik,
lalu apakah ini jawaban ikrar kalian?
Dewasa ini, penyelewengan guru dan kecurangan murid juga
sering terjadi bahkan menjadi budaya. Pernah dengar guru membiarkan murid
berkelahi, membiarkan murid contekan, memberikan kunci jawaban saat UN dan
lain-lain. Hal ini sudah biasa, sudah lumrah. Kecurangan dalam dunia pendidikan
di Indonesia telah menjadi darah daging, besar dan kompleks. Jangan heran jika
intelektual zaman sekarang adalah orang yang paling banyak menghabiskan uang
rakyat.
Teman-teman sekalian, tak ada hal yang lebih indah selain
berubah menjadi baik dan menyebarkan kebaikan kepada orang lain. Saya memang
bukan orang jujur, saya sering berbuat curang. Tapi sekarang, saya selalu
berusaha berbuat jujur. semua ini demi anak saya besok, demi bangsa ini juga. Saya
ingin masyarakat Indonesia jujur. dengan jujurnya kita, maka masa depan
Indonesia bisa diselamatkan. Mari jujur dimulai dari sekarang!
Salam
Rizal Dzikri
0 comments:
Post a Comment