Kota terparah yang
terkena abu vulkanik gunung Kelud adalah Yogyakarta. Di sanalah tempatku
tinggal. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri peristiwa langka tersebut.
Abu-abu bertaburan seperti salju di musim dingin. Namun, sayang, abu tetaplah
abu, tidak bisa disamakan dengan salju yang bersahabat dan menyenangkan untuk
dibuat permainan. Abu vulkanik ini cenderung berbahaya jika terhirup, karena
partikelnya berbentuk runcing dan akan membahayakan sel paru-paru.
Pemandangan yang
terlihat di luar adalah abu tebal di jalan, di atap, di pohon, melingkupi semua
benda menjadi satu warna coklat. Semua orang memakai pakaian wajib yaitu
payung, jas hujan dan masker untuk berlindung dari abu vulkanik. Jalanan berdebu,
toko-toko tutup, restoran tak dibuka, kantor-kantor tak beroperasi,
sekolah-sekolah diliburkan. Yogyakarta tak berkutik, aktifitas terhambat.
Orang-orang lebih
memilih untuk berada di dalam rumah, dan hanya keluar jika ada perlu saja. Suasana
begitu senyap, sepanjang mata memandang hanya terlihat abu. Surat kabar lokal
dan nasional menjadikan berita gunung kelud dan hujan abu sebagai headline
mereka. Pembawa berita dengan sendunya memberitakan hal yang sama. Di facebook
banyak orang meng-update status tentang abu, mengunggah foto-foto dengan abu.
Di twitter tak kalah serunya perbincangan ini, foto-foto peristiwa gunung
meletus dan hujan abu serta banyaknya hastag-hastag tentang abu dan hastag
#prayforkelud #prayfor indonesia menjadi trending topik mengalahkan hastag
valentine yang tepat jatuh ditanggal 14 februari.
Ada euforia, ada
keluhan, ada kekesalan. Namun tak pantas jika marah dan menggugat Tuhan.
Bukankah semua ini ada hikmahnya. Sudah seharusnya kita menjadikan peristiwa
ini sebagai suatu pelajaran berharga untuk kita. kita belajar untuk merasakan
penderitaan orang lain, saudara kita yang berada di sekitar gunung Kelud.
Penderitaan mereka jauh lebih besar dan sakit dibandingkan dengan kita yang
hanya hujan abu.
Semua ini membuat kita
menjadi lebih peka dan tanggap dalam menghadapi bencana, memberikan bantuan
untuk korban bencana dan mengikhlaskan sebagian harta kita untuk meringankan
beban saudara kita yang menjadi korban gunung kelud.
Pada kenyataannya,
hujan abu tidak sepenuhnya merugikan. Hujan abu memiliki manfaat untuk mengusir
hama tanaman, menyuburkan tanah dan juga dapat dijadikan sebagai bahan baku
untuk membuat rumah, tungku atau perabotan lainnya.
Selain itu, dengan
adanya hujan abu ini, munculnya semangat gotong-royong dari warga. Mereka
saling membantu untuk membersihakan jalan, atap dan rumah-rumah. walau tidak
ada hujan berhari-hari, mereka tetap bekerja sama untuk menyirami setiap sudut
halaman yang tertutup debu supaya tidak beterbangan.
Jadi, tidak sepenuhnya
ini adalah bencana, tetap saja kita dapat mengambil pelajaran berharga dari
peristiwa tersebut. Jadikan semua pengalaman ini supaya kita menjadi lebih
dewasadan bijak dalam mengambil tindakan untuk kemudian harinya. J
0 comments:
Post a Comment