Oleh
: RIZAL DZIKRI
“sesungguhnya perjuanganku
sangatlah ringan, hanya mengusir penjajah. Perjuangan kalian lebih berat, yaitu
melawan bangsa kalian sendiri” ―Soekarno―
Bicara seorang mahsiswa
berarti membicarakan banyak hal. Seorang mahasiswa tidak boleh membicarakan
dirinya sendiri. Mahasiswa berbeda dengan pelajar SD, SMP, dan SMA. Mahasiswa
bukan hanya belajar di kampus, melakukan praktikum, membuat laporan atau menyusun
skripsi. Mahasiswa bukan hanya setelah kuliah langsung hangout ke Mall, cafe,
restauran, karaokean, nonton film, arisan dan kebiasaan hura-hura lainnya.
Bukan. Bukan itu mahasiswa. Seorang mahasiswa tidak boleh membicarakan dirinya
sendiri.
Ada banyak persoalan di
negeri ini yang harus diamati. Pergejolakan politik, ekonomi, budaya, sosial,
degradasi moral, ketahanan pangan dan lain-lain. Semua itu peristiwa yang sedang
hangat-hangatnya untuk didiskusikan dan dicari solusi yang terbaik. Mahasiswa
harus melihat dan mendengar. Mahasiswa harus turun ke jalan-jalan. Mahasiswa
harus masuk ke desa-desa. Amati! Teliti! Kaji! Diskusikan! Kemudian suarakan
aspirasimu selantang mungkin di depan para penguasa.
Karena selama ini kita
cenderung apatis. Atau memang sistem pendidikan kita yang dibuat untuk apatis?
Atau mungkin kedua-duanya benar. Pergerakan mahasiswa mulai dikerdilkan,
diskusi-diskusi mahasiswa jarang sekali dilakukan, pun kalau dilakukan
pesertanya dapat dihitung dengan jari. Tulisan dan aspirasi dari mahasiswa
lengang, tak ada kabar. Apa yang terjadi?
Mahasiswa cenderung study oriented, terpacu untuk lulus
cepat dengan nilai cum laude dan
segera mendapatkan pekerjaan yang mapan. Pergolakan hati di kehidupan pasca
kampus, meruntuhkan idealisme yang mereka anut semasa berkuliah. Banyak
mahasiswa yang dulunya seorang yang idealis dan selalu menyuarakan kebenaran,
kini setelah bekerja menjadi diam, tanpa gerakan. Kemana aksinya ketika
berkuliah dulu. Hilang, ditelan keamanan finansial, jabatan yang tinggi, dan
diplomasi-diplomasi manis.
Sebut saja Andi
Malarangeng. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini kini harus mendekam di
penjara lantaran kasus korupsi mega proyek Hambalang yang merugikan negara
sebesar Rp. 463 M. Kabarnya Andi adalah jebolan UGM, dulu ia tergabung dalam
BEM Fisipol UGM. Lho, yang seorang
aktivis saja bisa goyah pendiriannya apalagi kita yang tidak beridealisme. Oleh
karena itu, tulisan ini dibuat dengan tujuan menyadarkan peran mahasiswa,
pentingnya beridealisme, dan bagaimana menjaga idealisme supaya tidak luntur.
Peran utama seorang
mahasiswa bukan hanya belajar, namun mahasiswa memiliki fungsi lebih mendalam
untuk lingkungannya. Mereka berfungsi
sebagai agent of change, sosial control,
dan iron stock. Agen perubahan berarti bahwa mahasiswa yang bertindak
sebagai kaum intelektual diharapkan dapat memberikan kontribusi baik berupa
prestasi, ilmu, moral dan lain-lain kepada masyarakat sehingga ia bisa
menjadikan lilin ditengah-tengah pekatnya malam.
Sosial
control adalah suatu fungsi mengendalikan kehidupan sosial.
Mahasiswa adalah jembatan antara pemerintah dan rakyat. Ia bertugas mengewai
jalannya pemerintahan dan sebagai penyuara aspirasi masyarakat supaya di
dengar, sehingga ada kesinambungan antara pemerintah dan rakyat.
Iron
stock adalah generasi penerus yang akan menggantikan
generasi yang sudah tua. Mahasiswa dituntut memiliki pengetahuan yang luas
serta akhlak yang mulia untuk menggantikan orang-orang yang saat ini tidak
berhak duduk di pemerintahan.
Pentingnya sebuah
idealisme, sama pentingnya dengan alat navigasi ketika kamu pergi ke suatu tempat
yang tidak kamu ketahui sebelumnya. Ya, masa depan memang tidak ada yang tahu,
dan kita adalah orang yang sedang menuju ke sana. Tanpa sebuah navigasi kita
akan tersesat, terseret arus kehidupan yang busuk. Lihat para pemimpin negeri
ini yang tidak dibekali dengan iman yang cukup, korupsi, suap-menyuap,
bermewah-mewahan dan lain-lain. Sama sekali tidak tercermin pemimpin yang
bijaksana, berpendidikan dan bermoral. Pentingnya sebuah idealisme akan membawa
kita ke jalan yang benar. Menjauhkan dan membentengi kita dari hal-hal yang
buruk.
Bayangkan
saja jika semua pemimpin di negeri ini beridealis. Tentu mereka tidak akan
memikirkan perut mereka sendiri, keluarga ataupun golongna tertentu. Mereka
akan menggiring kita untuk menjadi negera Indonesia yang mandiri, yang tidak
tergantung pada asing. Kehidupan pertanian di Indonesia kembali dimajukan,
tutup semua perusahaan tambang luar negeri, dan tarik orang-orang pintar kita
di luar negeri. Bangun perekonomian dari awal, saya yakin Indonesia bisa mengolah
hasil tambang mereka sendiri (jika mau), saya yakin mobil dan motor Indonesia
bisa tembus sampai luar negeri (jika ada niat), saya yakin Indonesia bisa
swasembada hasil pertanian dan tidak impor lagi (jika ingin), saya yakin
Indonesia bisa menjadi macan dunia (jika sungguh-sungguh). Selama ini
pemerintah berobral janji, pekerjaan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh dan
selalu memamerkan betapa ia sudah bekerja sangat keras. Tidak. Kami ingin
kalian bekerja dengan sangat keras, penuh perhitungan matang dan analisis dari
para pakarnya. Bukan kebijakan yang hanya mementingkan golongan atau perut
Kalian sendiri, bukan kebijakan yang kontroversial, untuk menaikkan rating
kepopuleran kalian atau partai kalian karena masa ini kita menjelang Pemilu.
Apa yang kalian
lakukan? Jika ingin tidur, tidurlah di rumah, tak harus menjabat sebagai
pemimpin. Jika ingin terkenal, jadilah artis, bukan pemimpin negeri ini. Jika
ingin eksis di sosial media, lepaskan jabatanmu, Indonesia tidak butuh anak
remaja yang suka menghambur-hamburkan uang dan melakukan hal yang tidak perlu.
Kita butuh perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik. Kita butuh orang-orang
kompeten di bidangnya, bukan orang yang dipilih karena koalisi partai, masih
ada ikatan saudara atau karena sogokan beberapa lembar uang serta beberapa
kilogram sembako saat masa kampanye.
Janji itu hutang. Dan
sesungguhnya hutang haruslah dibayar. Tuhan dengan agama apapun tidak pernah
menghalalkan perbuatan korupsi dan merugikan orang lain. Jika kalian beragama
tentu kalian mengerti konsekuensi akan hal itu.
Tujuan utama saya
mengajak Mahasiswa untuk mengerti politik adalah supaya kita nantinya tidak
akan dipolitisir oleh orang lain. Ketika nantinya kita akan mengambil tongkat
kepemimpinan dari generasi sebelumnya, kita tidak akan diperbudak oleh politik,
termakan oleh nafsu. Sangat disayangkan apabila seorang intelektual yang
berpikiran bebas dan berani seperti mahasiswa hanya diam tanpa melakukan
apa-apa untuk negerinya yang sedang bergejolak.
Pun kalau kita sudah
menjadi seorang mahasiswa yang idealis, memiliki kepedulian akan lingkungan dan
nasib bangsa ini, kita harus tetap memupuk idealisme itu, pelihara dan
kembangkan terus. Karena cobaan yang akan kita hadapi ke depan sangat berat,
banyak godaan yang akan melunturkan idealisme kita. Cara paling ampuh menjaga
idealisme kita adalah dengan berkumpul dengan orang-orang yang seidealisme
dengan kita, dengan begitu, kita punya charger
ketika ada pengaruh lain yang akan menghambat idealisme kita. Kita pun juga
bisa mempengaruhi orang lain untuk dapat beridelisme. Caranya adalah dengan
diajak untuk membaca, berdiskusi dan menulis. Tidak harus dengan cara yang
formal dan begitu berat, mulai saja dengan hal yang paling kecil terlebih
dahulu, contohnya ajak mereka makan, lalu sesekali mereka kita tanyakan tentang
bagaiamana pendapat kamu tentang negara ini. Lalu kita tanggapi, kita berikan
pencerahan. Jangan terlalu memaksa juga, perlahan-ahan saja tapi pasti. Dengan
begitu, kita dapat menghidupkan kembali akar idealisme kita sebagai mahasiswa.
Karena sejatinya, masa paling aman menjaga dan menumbuhkembangkan idealisme
adalah saat menjadi mahasiswa. Bukan mahasiswa kalau hanya memikirkan nilai,
IPK dan lulus cepat. Karena mahasiswa tidak membicarakan dirinya sendiri.
Salam
RIZAL DZIKRI
0 comments:
Post a Comment