Duka yang datang ke kotamu pagi-pagi telah membuat matamu
berair
Satu dua orang di kotamu bertanya akan kedatangan bulan
bersabit merah yang cemburu
Air terjun deras mengguyur batu dengan dingin cuaca sembab
tepat diatas atap rumah yang bocor
Kau hanya diam, tanpa suara, tanpa jejak melangkah ke kamar
yang pengap dan ambigu
Seseorang mengetuk pintu dengan terbata kata dan tatapan
lengang, kau masih diam
Lukisan itu tampak miring sebelah, air mata pecah jatuh ke
lantai
Foto lawas kita tersimpan rapi di sebuah album, beberapa ada
yang kau pajang di dinding retak
Ada juga yang kau jaga sebagai teman penidur di kala kamu
gundah
Kelabu matamu melihat payung-payung hitam mengiringi arakan
panjang dan berliku
Tak ada hujan turun hari itu
Tapi entah kenapa keluargamu dan keluargaku menangis begitu
hebatnya
Jangan menangis Sayang
Aku membenci hujan di duniamu dan di duniaku
Aku tak berharap Tuhan selamanya berhati empedu
Karena kita adalah makhluk yang paling sempurna
Aku ingin menyempurnakan cintaku padamu pagi ini
Seperti layang-layang yang putus, aku akan mengejarmu
hinggap dapat
Tapi siapa yang tahu kemana angin membawaku pergi
Apakah ke padang rumput yang hijau atau ke danau yang airnya
menuju lautan teduh
Aku adalah butiran awan yang menjaga sawah-sawah kita tetap
subur
Aku adalah harapan yang kau tabur dan menunggu untuk kau panen di kemudian hari
Maka tenanglah sejenak, ada risalah di setiap peristiwa
Ada makna sayang di ujung perpisahan
Akh sayang, aku telah pulang dengan napas yang tinggal
sepertiga malam lembayung
Aku gagal menjalankan tugas dan gugur menjadi syuhada
Jangan menangis, jangan menangis sayang
Kumohon
Yogyakarta, 27 februari
2014
0 comments:
Post a Comment