RSS

Menggantungkan Tujuan Tinggi dan Berusaha Meraihnya (Curhatan Mengambil Banyaknya SKS matakuliah)




Tidak terasa aku sudah memasuki semester dua. Sudah mulai dewasa. Di semester dua ini mata kuliah yang diambil jauh lebih sulit daripada semester satu. Praktikumnya juga bertambah banyak. Jika dulu di semester satu hanya ada tiga praktikum yaitu biologi, kimia, dan fisika, tetapi sekarang di semester dua ada lima praktikum, yaitu statistika, dasar-dasar agronomi, dasar-dasar ekologi, kimia organik, dan dasar-dasar ilmu tanah.

Dalam semester dua ini sks yang diambil 21. Masih paketan sebenarnya, tetapi aku memberanikan diri untuk mengambil satu mata kuliah lagi di semester empat menjadi 23 sks. Mata kuliah yang aku ambil adalah kewirausahaan.

Banyak yang melarang atau menasehati untuk tidak mengambil mata kuliah lebih, tapi aku diamkan saja mereka. Ini keputusanku, ini pendirianku. Aku ingin cepat lulus. Aku ingin memecahkan rekor mahasiswa yang lulus cepat dan cum laude di jurusan Mikrobiologi Pertanian. Aku menolak menjadi mahasiswa yang mengikuti aturan kolot dan mengekang. Jika inginlulus cepat ya harus ambil sks lebih dong! Itu prinsipku.

Saat menghadap Dosen Pembimbing Akademik, aku mengutarakan maksudku kepada beliau untuk mengambil 23 sks. Beliau kemudian melihat IP-ku. Lumayan bagus. Diatas 3. Kemudian beliau melirikku, dengan cepat beliau berkata.
“Kenapa kamu mau mengambil 23 sks? Kenapa tidak ikut paket saja 21 sks?”
“Aku ingin cepat lulus Pak,” Wajah optimis.
“Mengambil sks banyak belum tentu bisa lulus cepat. Yang mempengaruhi cepat atau tidaknya kelulusan di jurusan kita karena penelitiannya. Jika penelitiannya cepat artinya dia bisa lulus cepat. Lebih baik kamu ambil 21 sks dan fokus untuk menstabilkan IPK supaya bisa cum laude. Untuk jurusan kita 5 tahun itu wajar dan masih bisa cum laude. Rekor tercepat di jurusan kita bisa lulus 4 tahun 3 bulan itu sudah sangat luar biasa, dan memang dia pintar sekali. Saya sarankan kamu ambil 21 sks saja, temanmu yang IP-nya cum laude saja tidak berani ambil 23 sks”
“saya mau mencoba Pak”
“Resikonya kalau kamu jelek di semester ini, IPK kamu turun dan tidak cum laude. Lebih baik kamu ambil sks yang sedikit tapi konstan nilainya dan tidak mengulang. Kamu bisa lulus cepat seperti itu”
“Saya mau mencoba 23 sks pak, dan saya akan berusaha untuk menaikkan IP dan tidak akan mengulang. Saya mau coba pak”
Beliau menghela napas.
“Yaudah, untuk semester ini kamu aku setujui ambil 23 sks, tapi kalau turun sebainya kamu ambil yang normal saja (paketan)”
“baik pak, terimakasih pak. Doain aku ya pak” kataku sambil mencium tangan dosen pembimbing akademikku.

Huuff... susahnya untuk mendapat persetujuan mengambil 23 sks. Walau diskusinya alot tetapi aku masih diizinkan juga. Sebagian teman-temanku yang punya IP diatas 3 tidak mengambil mata kuliah tambahan. Alasannya sepele, tidak diizinkan Dosen pembimbing akademik. Padahal jika dikalkulasi, IP teman-temanku banyak yang diatas 3, ada juga yang cum laude. Karena sebuah kekangan sistem dan cara pandang yang ortodoks akhirnya hak kita sebagai mahasiswa dikesampingkan. Kita seolah-olah merayakan hak berbicara dan memilih  pilihan kita padahal nyatanya kita telah dipenjara sejak awal. Banyak dosen pembimbing yang tidak mengizinkan mahasiswanya untuk mengambil sks lebih, dengan alasan supaya IP konstan atau kemampuanmu belum cukup untuk mengambil sks lebih.

Lagi pula tujuan dibuat sistem kredit semester (sks) di dalam dunia pekuliahan adalah supaya semua batas-batas itu memudar. Mahasiswa yang mampu dan mau dapat mengambil sks lebih dan bisa lulus lebih cepat. Dan bagi mahasiswa yang kurang bersemangat dalam kuliah, biarkan mereka menikmati masa-masa menjadi mahasiswa. Tak ada kekangan, tak ada batasan umur dan lain-lian. Siapa yang cerdas dia akan lulus lebih dulu.

Oleh karena itu, jangan paksa mahasiswa untuk mengambil sks normal. Jika mereka mampu berikan mereka kesempatan. Kalau tidak boleh mengambil sks lebih, lalu apaa gunanya kita memakai sistem kredit semester? Kembali saja ke sistem seperti di sekolah menengah.

Apakah ada jaminan jika mengambil sks normal maka IP-nya akan bagus? Apakah ada jaminan kalau mengambil sks normal bisa lulus cepat? Apakah ada jaminan jika mengambil sks normal tidak akan mengulang? Tidak kan? Dan bagaimana seorang dosen bisa nge-judge kemampuan mahasiswanya sebelum sang mahasiswa diizinkan mencoba? Bagaimana? Jelaskan!

Seperti yang kita ketahui bahwa peluang untuk sukses dan gagal itu fifty fifty atau 50:50. Sehingga jika kita mengambil 21 sks maka peluang untuk mendapatkan IP cum laude dan tidak cum laude adalah 50:50. Begitu juga jika kita mengambil sks lebih banyak, peluang untuk cum laude dan tidak adalah 50:50. Peluangnya sama. Tidak berbeda. Lho, kok bisa seperti itu perhitungannya?

Ya, memang begitulah. Peluang kita untuk sukses dan peluang gagal adalah 50:50. Bagaimanapun variabelnya peluang tersebut tetaplah 50:50. Yang menjadi faktornya adalah usaha. Bagaimana usaha yang kita lakukan, akan lebih cenderung kemana? Apakah sudah berusaha keras atau bermalas-malasan. Kalau berusaha keras, maka peluang untuk sukses akan lebih banyak, mungkin bisa 70:30 atau yang lainnya. Begitu juga sebaliknya, walaupun kita mengambil sks normal tetapi kalau kita bermalas-malasan maka peluang untuk mendapat IP cum laude kecil. Loh percuma dong kalau begitu. Lebih baik mengambil sks banyak sekalin ya..

Jadi, yang ingin saya tekankan adalah coba saja semua kemungkinan yang ada. Jauh  lebih menguntungkan jika kita mengambil sks lebih banyak, toh kemungkinan sukses juga sama. Percuma juga kan kalau ambil sks normal tapi malas-malasan, toh IP-nya juga sebanding dengan usaha. Lebih baik ambil sks banyak dan berusaha bekerja keras untuk meraih kesuksesan daripada menargetkan hal kecil dan gagal mencapainya. Jangan batasi kemampuan kalian selama kalian belum mencoba. Jangan batasi kesempatan kalian jika belum berusaha maksimal.

Daripada menggantungkan tujuan rendah dan gagal mencapainya, aku lebih memilih menggantungkan tujuan setinggi-tingginya dan berusaha meraihnya. Karena itulah jalanku.



Nb: semoga aspirasi ini tersalurkan.

0 comments: