RSS

Budaya Instan, Problematika Pendidikan di Indonesia







Karya : RIZAL DZIKRI

Instan adalah sebuah cara untuk memperoleh sesuatu secara cepat dan cenderung melewati langkah-langkah tertentu. Sesuatu hal yang instan memang tidak baik. Contohnya mi instan. Terlalu sering mengkonsumsi mi instan juga dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti gangguan usus, lambung atau karena kurangnya asupan gizi dalam mi instan itu sendiri. contoh lain dari sesuatu yangdiraih secara instan adalah maraknya peredaran buku-buku atau artikel mengenai bagaimana memperoleh kekayaan secara cepat atau instan. Seseorang dapat menjadi kaya hnay dalam beberapa minggu atau beberapa hari saja. Menakjubkan. Tapi masalahnya, cara apakah yang digunakan untuk memperoleh kekayaan dalam waktu sesingkat itu? Apakah itu merampok bank? Korupsi? Atau bahkan menjadi babi ngepet?

Kita tidak tahu apakah uang yang dihasilkan dari metode-metode tersebut memang ampuh dan baik. Apakah cara tersebut haram atau halal? Kita harus teliti terlebih dahulu. Jangan sampai nafsu kita yang menggebu-gebu menghalalka segala cara untuk menjadi orang kaya.

Cara-cara instan tersebut selain tidak lazim namun jugatelah menghilangkan arti penting dari sebuah proses pencapaian sesuatu. Sebuah proses sangat penting. Dengan proses kitadapat memahami bagaimana runtutan pencapaian suatu cita-cita dapat diwujudkan. Walaupun kita masih gagaldalam mencapai tujuan kita, proses akan memberikan kita sebuah pelajaran berharga. Lewat sebuah pengalaman akan menuntun kita mencari jalan lain yang dapat memandu kita supaya tidak terjebak pada lubang yang sama. Dengan proses kita menjadi mengerti arti sebuah peristiwa, kita mengerti ilmu tersebut dan kita memahami apa yang harus kita lakuakan setelahnya.

Dewasa ini, proses mulai dikesampingkan. Selain contoh di atas, contoh lain yang tidak kalah krusoial terjadi pada bidang yang paling mendasar di negara ini, pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia tidak henti-hentinya bermasalah. Mulai dari adanya Ujian Nasional yang meresahkan siswa hingga banyaknya siswa yang melunturkan konsep kejujuran dalam belajar.

Tugas guru adalah membimbing dan mendidik siswa untuk dapat memiliki ilmu yang cukup sebagai bekal ia menghadapi kehidupan di masa depan. Bukan hanya itu, guru memiliki tanggung jawab khusus untuk mengarahkan siswa dan memprogram siswa supaya memiliki moral yang baik. Moral yang baik ini berguna untuk memberikan batasan pada siswa, suapaya ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang sesuai norma dan hukum yang berlaku dan mana yang bukan serta mana yang boleh dilakuakn dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Namun sayang, guru banyak yang abai. Dalihnya, “Seharusnya siswa sudah menegerti walau tidak diberi tahu. Saya ingin siswa menyadari itu. Pemaksaan tidak akan membuat siswa memiliki moral yang baik, semua itu harus didasari dari kesadaran siswa itu sendiri”

Memang benar, tapi siswa juga membutuhkan bimbingan, arahan, nasehat. Tidak selamanya siswa selalu benar, mereka membutuhkan cahaya ketika hati mereka gelap. Siswa perlu dipaksa berkarakter baik. Moral harus dibentuk dengan pemaksaan jika siswa tidak bisa sadar. Karena kesadaran sangat sulit ditumbuhkan tanpa ada pemaksaan. Jika tidak dipaksa, mungkin selamanya siswa akan terus bermoral jelek. Lalu buat apa guru digaji kalau tidak bisa membentuk karakter yang baik untuk siswanya?

Di Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, setiap siswa dibimbing oleh guru yang memiliki standar yang bagus. Kebanyakan guru memiliki kompetensi mengajar yang baik dan sama antar guru yang lain. Tak ada guru malas, tak ada guru bandel dan tak ada guru killer yang suka marah-marah, suka menghukum dan selelu memberi nailai merah. Tidak ada yang seperti itu. Semua guru di Finlandia baik, ramah, pintar, bersemangat, dan punya dedikasi tinggi untuk mencerdaskan serta mencetak karakter baik untuk setiap muridnya.

Setiap guru di Finlandia bertanggung jawab langsung pada orangtua siswaa. Setiap perkembangan maupun penurunan prestasi pembelajaran siswa dilaporkan langsung pada orangtua siswa. Tak hanya guru yang mendidik siswa, tapi orangtua pun jauh lebih bertanggung jawab pada anaknya. Sedangkan di Indonesia, orangtua yang sibuk mengurusi dengan pekerjaannya, akan mempercaayakan semua urusan mendidik anak pada guru di sekolah, padahal kualitas guru di Indonesia ya maaf saja, tidak semua guru di Indonesia layak disebut terdidik dan baik.

Bagaimana guru di Finlandia seperti itu? Ya bisalah, guru di Finlandia memang dididik khusus seperti itu. Pengertian dan berdidikasi tinggi. Mereka tidak terlalu peduli dengan waktu yang terbuang mengurusi perkembangan anak orang lain, mereka tidak peduli dengan gaji, karena pada dasarnya mereka telah memiliki passion itu pada diri mereka masing-masing, kalau urusan gaji guru di Finlandia jangan ditanya, sangat tinggi jumlahnya. Pemerintah Finlandia mengerti sekali kesulitan menjadi guru dan mereka sangat dihargai karena dedikasinya. Bandingkan dengan di Indonesia, berbondong-bondong orang mendaftar menjadi guru karena gajinya yang tinggi, menjadi PNS dan aman secara finansial, masalah kompeten atau tidak guru tersebut tidak masalah. Bahkan sekarang ini di Indonesia, kelulusan ujian PNS telah tercoreng dengan uang-uang suap. Kalau mau jadi PNS harus bayar dulu. 50 juta, 75 juta, 100 juta dan nominal lainnya. Untuk menjadi PNS harus mengeluarkan modal? Belum menjadi PNS saja sudah curang, lalu bagaimana setelah menjadi PNS? Pasti kecurangan itu akan ia turunkan kepada siswanya. Contoh konkretnya yang terjadi sekarang ini.

Degradasi moral. Mundurnya moral bangsa ini didasarkan pada pendidikan yang buruk. Menghilangkan arti sebuah proses untuk mencapai sesuatu telah menodai arti penting sebuah pendidikan, menodai jabatan luhur pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pahlawan yang dapat dibeli dengan sebuah harga yang pantas. Siswa harus tunduk pada guru yang seperti itu? Akan jadi seperti apa negara kita?

Ribuan soal ujian nasional bocor, tak lain karena adanya permainan dari siswa itu sendiri, tentu saja dibantu dengan guru-guru dibelakangnya dan beberapa antek-antek negara yang bisa dibeli dengan beberapa harga yang pantas. Inilah sejarah besar kepengecutan pendidikan di Indonesia, bocornya soal UN namun siswa, guru dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di negeri ini hanya diam dan berpura-pura semuanya terjadi secara baik dan jujur. Akh, tai kucing kalian semua. Saya tahu semua itu, karena saya pernah sekolah. Ini bukan rahasia lagi, melainkan aib yang coba dijadikan budaya sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia.

Motivasi siswa berbuat curang dalam ujian adalah karena takut tidak lulus. Motivasi guru membantu siswa berbuat curang adalah karena tidak ingin siswanya tidak lulus, ia merasa gagal dan malu  sebagai guru. Motivasi kepala sekolah mengizinkan guru ikut membantu siswa berbuat curang adalah karena tidak ingin melihat banyak siswa di sekolahnya tidak lulus, selain malu tentu akreditasi sekolah tersebut akan dipertanyakan. Kemudian yang diuntungkan di posisi ini adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. saya menduga oknum tersebut adalah orang dalam (intern) dari Departemen Pendidikan Indonesia. Kalau tidak, bagaimana mereka bisa mendapatkan hal-hal seintim itu. Atau jangan-jangan ini adalah skenario belaka dari pimpinan atas juga, taruhlah pak menteri atau presiden begitu. Kemudian mereka melakukan konfrensi pers kepada media bahwa akan melakukan penjagaan super ketat lalu setelah ujian berakhir dia akan berkata “saya senag dengan hasil kelulusan yang selalu meningkat setiap tahun dan tidak adanya kebocoran soal”

What?? Tidak ada kebocoran soal? Koreksi ulang kata-kata Anda karena ada kemungkinan Anda menyembunyikan sesuatu. Adanya peningkatan hasil kelulusan mungkin saja dapat diartikan sebagai meningkatnya pula kecurangan dalam ujian. Hal tersebut berarti tingkat kejujuran siswa sangat buruk dan moral generasi penerus bangsa ini sangat mengkhawatirkan.

Saya tidak menyangka, akhir dari bangsa Indonesia mungkin karena rusaknya generasi muda yang terbentuk dari sistem pendidan yang buruk. Saya tidak menyangka, akhir dari kejayaan Indonesia berakhir di tangan negaranya sendiri, yang lupa bagaimana caranya bersuara, yang lupa bagaimana menyuarakan kebenaran, dan aku pun menyesal telah ikut dalam barisan hitam tersebut. Aku adalah bagian ketidakjujuran pendidikan yang menjadi pilar bangsa yang megah ini.

Setidaknya kawan, aku telah menuliskan tulisan ini. Aku berani menjadi pengecut. Tak ada gunanya ditutup-tutupi, semua sudah tahu, hanya mereka enggan banyak bersua. Tak ada gunanya memperbaiki sistem ujian nasional jika aparat, intern dan guru-guru masih diragukan kejujurannya. The big actor dalam peristiwa ini adalah pemerintah dan guru, sedangkan korban sebenarnya adalah siswa dan nasib bangsa ini. Silahkan jika ada yang mengecam tulisan ini atau penulisnya. Silahkan jia ada yang menggugat, saya terima, jangan salahkan jika saya menggugat balik lewat tangan Tuhan. Dan mohon maaf bila ada yang marah dan tersinggung dengan tulisan ini, karena sesungguhnya tujuan ditulisnya tulisan ini adalah untuk membuat beberapa orang marah.

Salam prihatin untuk pendidikan di Indonesia
By : Rizal Dzikri

0 comments: