Instan adalah
sebuah cara untuk memperoleh sesuatu secara cepat dan cenderung melewati
langkah-langkah tertentu. Sesuatu hal yang instan memang tidak baik. Contohnya
mi instan. Terlalu sering mengkonsumsi mi instan juga dapat menimbulkan
beberapa masalah, seperti gangguan usus, lambung atau karena kurangnya asupan
gizi dalam mi instan itu sendiri. contoh lain dari sesuatu yangdiraih secara
instan adalah maraknya peredaran buku-buku atau artikel mengenai bagaimana
memperoleh kekayaan secara cepat atau instan. Seseorang dapat menjadi kaya hnay
dalam beberapa minggu atau beberapa hari saja. Menakjubkan. Tapi masalahnya, cara
apakah yang digunakan untuk memperoleh kekayaan dalam waktu sesingkat itu?
Apakah itu merampok bank? Korupsi? Atau bahkan menjadi babi ngepet?
Kita tidak tahu
apakah uang yang dihasilkan dari metode-metode tersebut memang ampuh dan baik.
Apakah cara tersebut haram atau halal? Kita harus teliti terlebih dahulu.
Jangan sampai nafsu kita yang menggebu-gebu menghalalka segala cara untuk
menjadi orang kaya.
Cara-cara instan
tersebut selain tidak lazim namun jugatelah menghilangkan arti penting dari
sebuah proses pencapaian sesuatu. Sebuah proses sangat penting. Dengan proses
kitadapat memahami bagaimana runtutan pencapaian suatu cita-cita dapat
diwujudkan. Walaupun kita masih gagaldalam mencapai tujuan kita, proses akan
memberikan kita sebuah pelajaran berharga. Lewat sebuah pengalaman akan
menuntun kita mencari jalan lain yang dapat memandu kita supaya tidak terjebak
pada lubang yang sama. Dengan proses kita menjadi mengerti arti sebuah
peristiwa, kita mengerti ilmu tersebut dan kita memahami apa yang harus kita
lakuakan setelahnya.
Dewasa ini,
proses mulai dikesampingkan. Selain contoh di atas, contoh lain yang tidak
kalah krusoial terjadi pada bidang yang paling mendasar di negara ini,
pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia tidak henti-hentinya bermasalah.
Mulai dari adanya Ujian Nasional yang meresahkan siswa hingga banyaknya siswa
yang melunturkan konsep kejujuran dalam belajar.
Tugas guru
adalah membimbing dan mendidik siswa untuk dapat memiliki ilmu yang cukup
sebagai bekal ia menghadapi kehidupan di masa depan. Bukan hanya itu, guru
memiliki tanggung jawab khusus untuk mengarahkan siswa dan memprogram siswa
supaya memiliki moral yang baik. Moral yang baik ini berguna untuk memberikan
batasan pada siswa, suapaya ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang sesuai norma dan hukum yang berlaku dan mana yang bukan serta
mana yang boleh dilakuakn dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Namun sayang,
guru banyak yang abai. Dalihnya, “Seharusnya siswa sudah menegerti walau tidak
diberi tahu. Saya ingin siswa menyadari itu. Pemaksaan tidak akan membuat siswa
memiliki moral yang baik, semua itu harus didasari dari kesadaran siswa itu
sendiri”
Memang benar,
tapi siswa juga membutuhkan bimbingan, arahan, nasehat. Tidak selamanya siswa
selalu benar, mereka membutuhkan cahaya ketika hati mereka gelap. Siswa perlu
dipaksa berkarakter baik. Moral harus dibentuk dengan pemaksaan jika siswa
tidak bisa sadar. Karena kesadaran sangat sulit ditumbuhkan tanpa ada
pemaksaan. Jika tidak dipaksa, mungkin selamanya siswa akan terus bermoral
jelek. Lalu buat apa guru digaji kalau tidak bisa membentuk karakter yang baik
untuk siswanya?
Di Finlandia,
negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, setiap siswa dibimbing oleh
guru yang memiliki standar yang bagus. Kebanyakan guru memiliki kompetensi
mengajar yang baik dan sama antar guru yang lain. Tak ada guru malas, tak ada
guru bandel dan tak ada guru killer yang suka marah-marah, suka menghukum dan
selelu memberi nailai merah. Tidak ada yang seperti itu. Semua guru di
Finlandia baik, ramah, pintar, bersemangat, dan punya dedikasi tinggi untuk
mencerdaskan serta mencetak karakter baik untuk setiap muridnya.
Setiap guru di
Finlandia bertanggung jawab langsung pada orangtua siswaa. Setiap perkembangan
maupun penurunan prestasi pembelajaran siswa dilaporkan langsung pada orangtua
siswa. Tak hanya guru yang mendidik siswa, tapi orangtua pun jauh lebih
bertanggung jawab pada anaknya. Sedangkan di Indonesia, orangtua yang sibuk
mengurusi dengan pekerjaannya, akan mempercaayakan semua urusan mendidik anak
pada guru di sekolah, padahal kualitas guru di Indonesia ya maaf saja, tidak
semua guru di Indonesia layak disebut terdidik dan baik.
Bagaimana guru
di Finlandia seperti itu? Ya bisalah, guru di Finlandia memang dididik khusus
seperti itu. Pengertian dan berdidikasi tinggi. Mereka tidak terlalu peduli
dengan waktu yang terbuang mengurusi perkembangan anak orang lain, mereka tidak
peduli dengan gaji, karena pada dasarnya mereka telah memiliki passion itu pada
diri mereka masing-masing, kalau urusan gaji guru di Finlandia jangan ditanya,
sangat tinggi jumlahnya. Pemerintah Finlandia mengerti sekali kesulitan menjadi
guru dan mereka sangat dihargai karena dedikasinya. Bandingkan dengan di
Indonesia, berbondong-bondong orang mendaftar menjadi guru karena gajinya yang
tinggi, menjadi PNS dan aman secara finansial, masalah kompeten atau tidak guru
tersebut tidak masalah. Bahkan sekarang ini di Indonesia, kelulusan ujian PNS
telah tercoreng dengan uang-uang suap. Kalau mau jadi PNS harus bayar dulu. 50
juta, 75 juta, 100 juta dan nominal lainnya. Untuk menjadi PNS harus
mengeluarkan modal? Belum menjadi PNS saja sudah curang, lalu bagaimana setelah
menjadi PNS? Pasti kecurangan itu akan ia turunkan kepada siswanya. Contoh
konkretnya yang terjadi sekarang ini.
Degradasi moral.
Mundurnya moral bangsa ini didasarkan pada pendidikan yang buruk. Menghilangkan
arti sebuah proses untuk mencapai sesuatu telah menodai arti penting sebuah
pendidikan, menodai jabatan luhur pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah
pahlawan yang dapat dibeli dengan sebuah harga yang pantas. Siswa harus tunduk
pada guru yang seperti itu? Akan jadi seperti apa negara kita?
Ribuan soal
ujian nasional bocor, tak lain karena adanya permainan dari siswa itu sendiri,
tentu saja dibantu dengan guru-guru dibelakangnya dan beberapa antek-antek
negara yang bisa dibeli dengan beberapa harga yang pantas. Inilah sejarah besar
kepengecutan pendidikan di Indonesia, bocornya soal UN namun siswa, guru dan
pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di negeri ini hanya diam dan
berpura-pura semuanya terjadi secara baik dan jujur. Akh, tai kucing kalian
semua. Saya tahu semua itu, karena saya pernah sekolah. Ini bukan rahasia lagi,
melainkan aib yang coba dijadikan budaya sepanjang sejarah pendidikan di
Indonesia.
Motivasi siswa
berbuat curang dalam ujian adalah karena takut tidak lulus. Motivasi guru
membantu siswa berbuat curang adalah karena tidak ingin siswanya tidak lulus,
ia merasa gagal dan malu sebagai guru.
Motivasi kepala sekolah mengizinkan guru ikut membantu siswa berbuat curang
adalah karena tidak ingin melihat banyak siswa di sekolahnya tidak lulus,
selain malu tentu akreditasi sekolah tersebut akan dipertanyakan. Kemudian yang
diuntungkan di posisi ini adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. saya
menduga oknum tersebut adalah orang dalam (intern) dari Departemen Pendidikan
Indonesia. Kalau tidak, bagaimana mereka bisa mendapatkan hal-hal seintim itu.
Atau jangan-jangan ini adalah skenario belaka dari pimpinan atas juga, taruhlah
pak menteri atau presiden begitu. Kemudian mereka melakukan konfrensi pers
kepada media bahwa akan melakukan penjagaan super ketat lalu setelah ujian
berakhir dia akan berkata “saya senag dengan hasil kelulusan yang selalu
meningkat setiap tahun dan tidak adanya kebocoran soal”
What?? Tidak ada
kebocoran soal? Koreksi ulang kata-kata Anda karena ada kemungkinan Anda
menyembunyikan sesuatu. Adanya peningkatan hasil kelulusan mungkin saja dapat
diartikan sebagai meningkatnya pula kecurangan dalam ujian. Hal tersebut
berarti tingkat kejujuran siswa sangat buruk dan moral generasi penerus bangsa
ini sangat mengkhawatirkan.
Saya tidak
menyangka, akhir dari bangsa Indonesia mungkin karena rusaknya generasi muda
yang terbentuk dari sistem pendidan yang buruk. Saya tidak menyangka, akhir
dari kejayaan Indonesia berakhir di tangan negaranya sendiri, yang lupa
bagaimana caranya bersuara, yang lupa bagaimana menyuarakan kebenaran, dan aku
pun menyesal telah ikut dalam barisan hitam tersebut. Aku adalah bagian
ketidakjujuran pendidikan yang menjadi pilar bangsa yang megah ini.
Setidaknya
kawan, aku telah menuliskan tulisan ini. Aku berani menjadi pengecut. Tak ada
gunanya ditutup-tutupi, semua sudah tahu, hanya mereka enggan banyak bersua.
Tak ada gunanya memperbaiki sistem ujian nasional jika aparat, intern dan
guru-guru masih diragukan kejujurannya. The big actor dalam peristiwa ini
adalah pemerintah dan guru, sedangkan korban sebenarnya adalah siswa dan nasib
bangsa ini. Silahkan jika ada yang mengecam tulisan ini atau penulisnya.
Silahkan jia ada yang menggugat, saya terima, jangan salahkan jika saya
menggugat balik lewat tangan Tuhan. Dan mohon maaf bila ada yang marah dan
tersinggung dengan tulisan ini, karena sesungguhnya tujuan ditulisnya tulisan
ini adalah untuk membuat beberapa orang marah.
Salam prihatin
untuk pendidikan di Indonesia
By : Rizal
Dzikri
0 comments:
Post a Comment